Adakah orang yang paling tegar di dunia ini ketika
menghadapi masalah? Mengapa anda katakan dia tegar?
Oke, apapun jawaban anda tidak masalah!
Tetapi pertanyaan berikutnya adalah, Apakah anda
cukup tegar menghadapi masalah anda?
Sahabat, saya tidak tahu bagaimana anda menjawab
pertanyaan saya yang terakhir, tetapi saya ingin berbagi jawaban saya kepada
anda.
Saya tidak malu mengatakan bahwa saya terkadang tidak
cukup tegar menghadapi masalah saya sendirian! Terkadang saya masih butuh orang
lain untuk sekedar berbagi dengannya, untuk sekedar meminta nasihat dan
pendapatnya, dan meminta bantuan jika memang dia bisa membantu saya.
Mengapa saya tidak malu mengakuinya?
Karena orang yang saya anggap paling mulia di dunia
ini juga melakukan hal yang sama. Mari kita buka shirah nabawiyyah. Ingatkah
anda ketika pertama kali Rasulullah s.a.w bertemu Malaikat Jibril a.s, beliau
segera bergegas pulang dan meminta istrinya tercinta untuk menyelimuti badannya
yang menggigil ketakutan? Dan yang luar biasa adalah sang istri manusia
tercinta dengan penuh kasih menghibur dan memberikan semangat kepada sang
manusia pilihan.
Sahabat, begitu juga dengan kita. Kita adalah manusia
biasa. Dan adalah manusiawi jika kita membutuhkan tempat bersandar ketika kita
dirundung duka dan masalah. Bukanlah sebuah aib bagi kita meminta bantuan dan
pertolongan di saat kita memang membutuhkan.
Memang, terkadang dunia ini terasa begitu sepi ketika
tidak ada orang yang bisa kita ajak sekedar berbagi, serasa kita bertarung
mengalahkan diri kita sendiri. Seringkali kita merasa tegar dan mampu hidup
sendiri.
Dan memang terkadang itu menjadi pilihan kita untuk
berusaha menaklukkan diri kita dan menjadi pemenang atas kesedihan dan duka
kita. Tidak masalah jika anda mampu melakukannya. Jika tidak?
Ya, saya yakin anda masih punya
tempat bersandar yang cukup tangguh, yang akan membantu anda menghibur dan membangkitkan
semangat anda. Dialah Allah yang Maha Kuasa. Dialah sebaik-baik tempat
bersandar dan berteduh kala anda memang tidak membutuhkan orang lain yang
menemani di sisi anda.
Saudaraku, tetapi berapa banyak orang
yang seperti itu?
Terkadang justru orang lainlah yang
bisa dan mampu menuntun kita untuk menemukan sandaran yang tangguh tadi. Justru
terkadang orang lainlah yang membantu kita untuk tetap tegak berdiri dan
bersandar kepada yang Maha Tangguh, di saat kita sendiri terhuyung-huyung tak
mampu menahan beratnya duka kita.
****
Sahabatku, maukah kalian menjadi
orang lain itu? Orang yang membantu saudara kita yang sudah tak mampu berdiri
tegak dirundung duka?
Maukah kalian menjadi sandaran
sementara bagi mereka, sambil mengajak dan menuntun mereka menemukan sandaran
sejati yang lebih kokoh?
Memang tidak mudah, menjadi tempat
bersandar sementara bagi orang yang akan jatuh, karena kita tidak hanya akan
juga menahan beban orang tersebut, kita bahkan juga akan merasakan penderitaan
yang sama dengan yang akan kita bantu!
Itulah resiko yang harus kita
tanggung!
Tetapi sahabatku, di sanalah kita
akan menjadi berarti bagi orang lain, karena sebaik-baik orang adalah orang
yang mampu bermanfaat bagi orang lain.
Sahabatku, untuk menjadi tempat
bersandar sementara bagi orang lain, terkadang hanya butuh menjadikan diri kita
sebagai pendengar yang baik – menjadi tempat dibuangkan segala perasaan
haru-biru yang ada pada kawan kita. Terkadang pula kita tidak perlu melakukan
apa-apa, hanya cukup diam dan menggenggam tangannya dan memberikan hati kita
padanya. Karena memang terkadang hanya itulah yang dibutuhkan.
Ada kalanya seseorang butuh bahu
untuk sekedar menumpahkan tangisnya. Ada kalanya seseorang butuh telinga dan
hati untuk berbagi. Karena dia butuh untuk meyakinkan dirinya bahwa dia tidak
sendirian di dunia yang terkadang kejam ini.
Sahabat, sekali lagi kita tidak harus
menjadi penyanyi dengan suara merdu untuk menghibur yang duka. Dan kita tidak
harus menjadi pelawak yang akan membuat dia tersenyum dan tertawa. Kita hanya
cukup menerima dia apa adanya, mengakui dia sebagai manusia yang lemah dan
meyakinkan dia bahwa kita senantiasa bersamanya, dan itulah yang membuat dia
terhibur dan tersenyum.
Sahabat, maukah kalian?
****
dikutip dari: Nutrisi Jiwa # 1 Pit Stop (Heri Mulyo Cahyo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar