Minggu, 24 Maret 2013

Dakwah is Love...

Malam yang dingin dan guntur menyambar untuk kesekian kalinya terdengar ditelingaku. Tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 23.10. Seketika terdiam. Sudah banyak waktu yang terlewatkan hari ini bukan berarti tidak ada apa2nya. Pagi hari sudah berlari mengejar waktu untuk segera sampai ke mesjid tercinta Al Hurriyyah. Ya mudah untuk ditebak kalau gak liqo pasti syuro. Tapi yang ini beda. Kami mengagendakan untuk lari pagi bereng 123 orang anggota LDK. Waahh kayaknya bakal terjadi konvoy besar2an nih. Dan ternyata bayanganku tidak sesuai dengan kenyataannya. Hanya segelintir orang saja yang hadir menyambut seruan gathring dari ketua LDK. Sekitar 40an orang saja yang membalas sambutan itu. Tapi rasa semangat ini tidak pudar begitu saja. Dimulai dengan pemanasan, lari keliling IPB alias alhur-fahutan-fateta-LSI-alhur, dan dilanjutkan dengan games seru yang masih saja dipandu oleh sang ketua LDK.

Hujan akhirnya jatuh juga dan haripun semakin malam. Teringat perkataan seseorang bahwa saya masih senang kalau ada yang bermasalah dengan sdm di departemen antum, berarti jalan dakwah ini benar, berarti antum diberikan kesempatan untuk mengalami peningkatan atas ujian2 yang Allah berikan. Bedakan dengan musibah. Sama2 datang dari Allah tapi bedanya yaitu terletak darimana kita menyingkapinya. Musibah untuk orang2 islam yang masih belum ikhlas menerimanya. Sedangkan ujian itu diperuntukkan bagi orang2 yang beriman dan ikhlas menerimanya serta berhusnuzan pada Allah atas apa yang dialaminya.

Sempat beberapa hari lalu kehilangan kesadaran. Meninggalkan semuanya demi keinginan duniawi saja. Tidak mau kumpul, males syuro, bales sms juga jarang pengennya dirumah aja gak mau kemana2. Padahal dirumah juga gak jelas mau ngapain. Kalo gak nonton, makan, belajar juga enggak. Momen2 seperti inilah yang harus dihilangkan bahkan di delete saja kalau bahasa IT-nya. Rasanya gak betah, aneh dan malu sebenernya. Kenapa seorang kader dakwah bisa merasa seperti ini? Sampai sekerang masih menjadi pertanyaan, ada apa dengan Ruhul Istijabah ini ???

Sebuah kisah yang membangkitkan rasa semangat mendatangi seruan dakwah ini.

Suatu ketika ada seorang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengan murabbinya. Ia menceritakan semua keluh kesah yang ia rasakan selama berada di medan perang yang disebut dakwah. Merasa bahwa semakin hari semakin kering rasanya ukhuwah, semakin banyak tingkah aneh dari para ikhwah yang seharusnya tidak dilakukan. Kemudian sang Murobbi bertanya padanya,
"Lalu apa yang akan kamu lakukan setelah ini?". 
"Ane mau berhenti saja di jalan dakwah ini. Ane sudah cape, sudah lelah dengan semua tingkah orang2 yang tidak rasional lagi, ikhwah yang prilakunya sudah tidak islami membuat ane kecewa ", jawab pemuda itu.
Pandangan Murobbi itu tidak terkejut sedikitpun dan tetap melihat tajam kearah pemuda itu seakan ia sudah mengetahui jawaban apa yang akan didapatkannya.
“Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?” tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.
Pemuda itu terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.
“Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?” sang murabbi mencoba memberi opsi.
“Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?” serentetan pertanyaan dihamparkan di hasapan sang pemuda.
Tak ayal, ia pun menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.
“Bagaimana bila ternyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?” tanya sang murabbi lagi.
Pemuda itu tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, “Cukup ustadz, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan…”
“Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil (dengki, benci, iri hati) antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya.” nasihatnya untuk pemuda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar